Jam delapan pagi, saya masih grasak-grusuk membuat jus alpukat dan panggang tortilla isi telur dan sayuran. Sibuk meneriaki Kei dan Zee yang rebutan kentang goreng yang lupa dimasukkan ke dalam tortilla. “Kei kan masih kecil, kentangnya buat Kakak Zee saja semua ya”. Kei yang berusia 1 tahun 9 bulan mungkin paham dan tidak merasa anak kecil lagi- padahal masih menyusui- ngamuklah dia dan melarikan piring berisi kentang miliknya. Padahal kentang itu sudah dibagi dua, satu piring untuk Zee dan satu piring untuk Kei. Tentu saja pembagian ini untuk menghindari pertengkaran kakak beradik itu pagi-pagi. Tapi tetap saja, mungkin Zee senang mendengar teriakan adeknya yang marah marah kalau kentangnya diambil. Karena ketika Kei marah-marah, dia akan berputar-putar seperti menari sambil menggerutu tidak jelas : mamamamamma. Melihat itu, Zee akan tertawa. Atau bisa jadi karena Zee senang mengejar adeknya yang berlari dengan cepat dengan piring ditangannya itu. Kei yang masih berpopok dan berlari itu tampak sangatlah lucu. Sepertinya fix, DNA keisengan ini turun dari bapaknya.
Selesai membagikan jus alpukat menjadi empat gelas, membagikan kentang -lagi-, kakak beradik itu kalem dan sibuk makan. Saya berdiri mengambil hape, ingin mengecek jam mengingat di luar matahari sudah sangatlah tinggi. Tiba-tiba satu pesan masuk :
“Dapatka kabar … meninggal Ifa Tasbir😭😭😭”
Tubuhku langsung melemas, langsung terduduk di kursi kerja. Tiba-tiba saja memory berbagi bersama komunitas SIGI (Sahabat Indonesia Berbagi) dengannya terputar di kepala. I am not that close, but still I knew her as a kind person. Lama sekali saya tidak mendengar kabar kak Ifa ini. karena memang dia tinggal di Polman yang membuat kami jarang bertemu lagi. Dan honestly, saya juga yang sudah jarang bermain lagi bersama SIGI. Tapi ada masa, dulu itu, hampir setiap waktu selalu bertemu, selalu bersama, dan berbagi bersama SIGI.
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun,
Tak ada yang tidak kaget mendengar berita ini. Di grup whatsapp SIGI , berganti-gantian para teman mengekspresikan kekagetannya mendapatkan kabar ini.
“Sakitkah kodong? Kenapa tidak ada kabar?“
“Lamanya tak ada kabar, tiba-tiba muncul kabar duka“
“Sakit apa?“
“Kagetku,”
“Saya lagi sakit memang ??
Wah salah ketikka krn kaget.. maksudku “saya kira lagi sakit memang” ?
“Ya Allah kak Ifa.“
Seperti mereka, saya juga termasuk yang sangat kaget dengar berita itu. Rencanaku bekerja di kampus ku batalkan dan langsung berangkat menuju RS Wahidin. Kabarnya jenazah almarhumah akan dimakamkan di Polman, dan sepertinya akan sulit saya ke sana. Mengirimkan Al Fatihah dihadapan jenazahnya mungkin pilihan terbaik, dengan harapan Kak Ifa masih berada bersama malaikan pencabut nyawa dan melihat kami yang mendoakannya menuju tempat peristirahatan terakhirnya.
Perjalanan menuju RS Wahidin membutuhkan waktu kurang lebih 30-40 menit. Saya menggunakan mobil abahku, dan karena hening, saya langsung menyalakan radio, ternyata radio yang aktif itu adalah Radio An-Nashihah 88.2, radio Islami yang selalu memutar ceramah dan murottal Al-Quran. Sepertinya semesta sangat mendukung kejadian hari ini, topik yang dibahas dalam radio itu tentang kematian dengan tenang.
Saya merinding mendengarnya. Masih dalam keadaan tidak mempercayai kak Ifa pergi secepat itu, ada sedikit penyesalan tidak sempat jenguk ketika dia dirawat di RS, tapi sebenarnya juga saya tidak tau penyakit yang dia alami, jika ditanya di DM instagram hanya dijawab : Lagi rawat jalan kak.
Memang pernah ada berita, dia membutuhkan darah, karena HB nya sangatlah rendah.
Memang pernah dengar sejak keguguran, kesehatannya menjadi drop.
Dan hari ini, tepat di hari Jum’at yang penuh berkah, dia pun pulang dengan cantik- kata temanku yang sempat melihat jenazahnya: kak Ifa wajahnya tenang sekali–
Belakangan ini sedang banyak berita duka, dalam 1 pekan, bisa beberapa berita duka yang kami dengar. Teringat pekan lalu mendapatkan kabar Bapaknya Indi -seorang kawan SIGI juga – meninggal dunia, lalu teman dari suamiku meninggal karena leukemia, dan kini, kak Ifa yang katanya menderita autoimun, sepertinya lupus, meninggal pagi ini. Dengan kejadian ini menjadikan saya berpikir selama menyetir.
Bagaimana nanti jika saya meninggal? Bagaimana nanti di alam kubur nanti? Apakah saya dapat menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan oleh Malaikat nanti? Malaikat siapa yang akan menemuiku? Katanya kalau Malaikat Nakir akan menemui orang yang banyak berbuat baik, apakah saya banyak berbuat baik?
Bagaimana keluarga kecilku nanti?
Berapa usiaku nanti? Apa masih bisa sempat sebelum itu memberikan arahan pada Zee dan Kei dalam bertumbuh?
Apa perlu kusampaikan pada orang-orang terdekatku untuk kutitipkan anak-anak nanti? Yaa setidaknya mereka kan tau segalanya tentang saya, jadi mereka bisa ceritakan banyak hal tentang bagaimana saya bertumbuh.
Apa perlu kutulis nama-nama orang yang perlu Zee dan Kei temui jika mereka sudah berkuliah atau usia 20an nanti? Mungkin dia bisa menemui kakak-kakak, -para mahasiswa- yang saat ini selalu saya coaching dan mentoring, sering ke rumah dan saya menemani mereka bertumbuh. Tapi usia mereka berapa ya nanti? Zee sekarang 5 tahun, bisa jadi ketika Zee 20 tahun, mereka sudah 40-an, dan saya 60an, masih adakah energiku untuk menyampaikan bagaimana baiknya Zee bertumbuh di usia kritisnya itu?
Atau saya perlu menulis kembali? Agar semua terdokumentasikan dan Zee dan Kei dapat melihat dan membaca semua di usia bertumbuhnya?
Kepalaku penuh dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan itu, makin banyak pertanyaan dan makin banyak yang terpikirkan apa yang harus kulakukan, tapi apakah saya dapat melakukan dan menjawab semua itu? Entahlah.
Tak terasa, pikiran-pikiran itu menemani perjalanan menuju RS Wahidin. Selain menjelang tidur, saat menyetir memang selalu menjadi waktu-waktu paling banyak untuk berpikir . Tapi sayangnya, ambulance berangkat duluan sebelum saya tiba, untung teman-temanku masih ada disana, karena energi habis setelah berpikir dan menangis, saya ajaklah mereka sarapan siang -eh.
Saya bertemu mereka: Ratih, Kikyu, Inayah atau sering dipanggil Alexa, dan Amma dengan Dzaky. Entah kapan terakhir saya bertemu mereka. Kami bertemu karena kak Ifa. Kami sedikit dari teman SIGI yang hadir di RS Wahidin itu. Sambil makan kita saling menguatkan, menceritakan pikiran-pikiran yang muncul ketika dapat kabar duka, cerita-cerita tentang kebaikan almarhumah, cerita tentang masa-masa masih selalu bertemu dan berbagi bersama SIGI, masa-masa rebutan choki-choki yang membuat bahagia. Masa-masa yang mereka benar-benar melihat secara nyata ketololan-kebodohan-kecerobohan-kekonyolan-kealayan diri masing-masing.
Pertemuan ini juga menghangatkan, dengan mata bengkak dan saya berkacamata hitam untuk menutupi mata, kami saling updaet kehidupan bercerita. Sejujurnya saya baru lagi bercerita banyak dengan Alexa, banyak hal yang saya tanyakan tentang penelitian, se-passion itu dia mengerjakan penelitian. Berbeda dengan Amma yang katanya baru berpikir saja sudah menyilangkan tangan. Membaca artikel ilmiah, menyusunnya, menerbitkannya setelah melewati revisi 16 kali atau penolakan dari jurnal sebanyak 17 kali. Hal ini patut diapresiasi, Alexa kamu canggih sekali, mengingat saya yang baru dua kali ditolak sudah memilih ganti topik. Pembicaraan makin panjang karena dia juga peneliti, jadi menceritakan banyak bagaimana support system di kampus yang sangat mendukung kerja-kerja peneltiian tersebut. Ah, I think I need that kind of research support system!
Ratih pun hadir dengan banyak bertanya dan bercerita pada Alexa. Masih tentang artikel ilmiah yang diterbitkan, kami membahas tentang banyaknya nama yang suka tiba-tiba masuk dalam artikel yang akan diterbitkan. Bagaimana penempatan nama pertama, nama kedua itu sangat berpengaruh. Dan bukan Ratih kalau tidak tegas. Dia bercerita kalau artikel hasil penelitiannya pernah tiba-tiba ada nama tambahan, dan karena zero contribution, dengan tegas ia menolak nama itu dimasukkan. Ya harusnya kan memang begitu, perlu konfirmasi, penempatan mahasiswa di nama pertama -karena mereka yang meneliti- dan semuanya ini perlu disampaikan. Tapi masih banyak oknum-oknum yang melakukan kecurangan dengan menerbitkan artikel dengan nama mahasiswa dibelakang, bahkan ada pernah kejadian yang namanya malah tidak dimasukkan. Ah dunia penerbitan artikel ilmiah memang sekompleks itu.
Dengan Amma bercerita lain lagi, tentang bagaiman Dzaky merespon sama persis copy paste dengan yang dilakukan oleh ibunya. Hal ini juga sama seperti Zee. Ah saya lupa tadi ceritanya Dzaky bagaimana, tapi ku dengar lucu sekali. – Amma jika kamu baca ini cerita kan ulang dong di Kolom comment -Mirip dengan Zee yang jika marah-marah sama persis kata per kata seperti yang saya katakan. Anak-anak benar-benar peniru ulung.
Saya jadi teringat, ketika suatu ketika Zee memukul temannya karena temannya mengambil barangnya. Saya sampaikan : Zee jangan begitu ya ! kalau dipukul kan sakit. . Nah kejadian banget pagi tadi, ketika saya mencuci piring saat dia belum bangun. semalam memang dia mengatakan ingin mencuci piring bersama, tapi karena piring dan gelas sudah menumpuk, dan saya masih ada waktu, jadilah saya mencuci piring. Ternyata saat saya masih mencuci, Zee terbangun, dan dia pun marah-marah :
“Mommy, kan Zee bilang mau juga cuci piring. Nanti Jangan begitu ya!” Tentang parenting memang sangat sulit jika ingin seperti selebmom ala-ala parenting instagram. Inginnya cuma menghela napas panjang dan melarang sambil tersenyum, realitanya tanpa sadar terkadang dengan suara tegas dan keras. Apalagi untuk ibu-ibu pekerja tanpa ART. Menahan emosi yang meluap disaat energi sudah habis itu luar biasa berat tantangannya. It’s hard, but pelan-pelan, insyaAllah bisa untuk lebih mindfull lagi, untuk lebih tenang lagi menemani anak bertumbuh. Lebih mengatur lagi regulasi emosinya mamak, insyaAllah bisa meminimalisir.
Kikyu duduk disampingku, saya tidak kaget melihatnya yang mampu makan Mie pedas Gacoan level 8, saya level 2 saja sudah ampun. Mungkin karena sedang berduka, makan yang pedas-pedas bisa mengalihkan perhatian. Tapi kyu adalah kyu, dia senang yang ekstrim-ekstrim, sepertinya toleransi lidah Kikyu sangatlah tinggi, sepedas itu dia masih aman. Mie itu tampak seperti masak cabe dengan mie. Ah yah, dia juga bersemangat dengan segala harapan untuk berpindah agar dirinya dapat bertumbuh lagi. saya sangat senang mendengar itu, jika nanti benar dia diterima ditempat barunya, sepertinya saya akan dapat juga berkunjung buat penelitian dengannya. Semoga!
Yah, cerita banyak ini jarang dilakukan, dengan kondisi saat ini kami semua sudah banyak yang bertumbuh, kami sudah melewatai segala proses, bercerita banyak tentang kehidupan. Tentang kalau di tempat kerja masing-masing mungkin sudah menjadi pribadi dengan sikap profesionalitas yang tinggi. Tapi di komunitas SIGI ini, jangan harap mereka melihat kita seperti itu, mereka masih melihat dengan sudut pandang anak kecil yang terjebak dalam diri orang dewasa.
Ah, begitu banyak isi di kepalaku, pembicaraan sambil makan tadi membuat kepala dan hatiku penuh. Meski kita bertemu karena berduka, tapi setidaknya senang sekali update kabar kehidupan satu sama lain. Setidaknya dapat saling bercerita, dan sama-sama mengirimkan Al-fatihah pada yang berpulang.
Al-fatihah kak Ifa, Selamat jalan ~
Mama.. kenapa tidak dibantu ka? Ini mama tidak berbakti… wkwkwkwkwk
Aaah kangennya deeptalk di mobil sama kak nunu