“Nu, kemarin di grup kita’ bilang toh kalau barusan kita download lagi semua aplikasi sosial media, kita’ hapus kah itu semua aplikasi seperti Instagram, Facebook, dan lain-lain? lagi banyak deadline ta’ ya? Makanya hibernasi dari semua sosial media? Selama 3 mingguki begitu? Deh, saya juga toh kemarin mencoba hapus instagramku, tapi 1 jam kemudian, saya install lagi, haha” Afaath, salah seorang teman dari blogger Anging Mammiri menyapa tiba-tiba dengan pertanyaan beruntun. Teman saya yang satu ini memang paling asik diajak duduk cantik dan ngobrol berjam-jam. Kami memang selalu ngobrol hal apapun di mana pun.
Belakangan ini saya memang tidak aktif di sosial media macam instagram dan facebook. Dikarenakan deadline yang tak kunjung selesai. Selain itu, saya juga sedang belajar banyak hal dengan bidang yang berbeda dalam waktu yang berdekatan. Mendadak harus mempelajari sejarah Indonesia dan undang-undang serta Pancasila. Dan tiba-tiba dapat panggilan untuk bercerita seputar kepemudaan dan program social-edukasi, selang beberapa hari harus mempersiapkan materi oral persentasi tentang Sifat fisikokimia pada beras lokal dari Tana Toraja. Selanjutnya saya juga mempersiapkan materi untuk microteaching dengan tema otak dalam neuroscience. Dan di sela-sela materi belaja ini, ada deadline-deadline lain seperti Final Report The Floating School, atau undangan untuk audiensi, atau panggilan makan-makan, atau hal-hal lainnya. Mempelajari sosial-sejarah-kebangsaan-matematika-bahasa Indonesia-biologi-kimia-biomedik dalam waktu yang berdekatan cukup membuat otak saya rasa sedikit hang. Efek dari masa-masa ini adalah wajah yang tampak bengkak di semua sudut, dan tubuh yang membesar. Hal ini terjadi akibat asupan nutrisi yang bertambah banyak diwaktu yang kurang tepat : jam tengah malam. Haha!
Pada masa-masa ini saya sebut : sibuk belajar. Kesibukan ini membuat saya harus meng-uninstall Instagram, Facebook, serta Line dulu untuk sementara waktu. Hibernasi dari aplikasi sosial media. Saya termasuk anak kekinian yang senang merekam dan memperlihatkan kepada siapapun tentang kejadian apapun lewat instastory dan aplikasi sosial media lainnya. Saya juga senang tiduran sambil melihat-lihat hal-hal yang dilakukan orang lain lewat instastory. Biasanya tak terasa 1 jam kemudian baru saya tersadarkan. Karena merasa lelah 1 jam tanpa gerak, jadi saya meregangkan badan lalu tak sengaja tertidur di sofa. Kemudian akan terbangun dua jam kemudian. dan hati saya akan nyesek dan ada rasa menyesal yang tak terkira. Aaaakkk ~
Akhirnya sebagai solusi atas kejadian ini, di satu titik, saya memilih untuk meng-uninstall aplikasi-aplikasi itu dan fokus pada belajar dan selesaikan beragam deadline. Sambil menghapus aplikasi tersebut terbesit sedikit kekhawatiran, jangan-jangan saya termasuk kategori FoMO?
***
Keberadaan sosial media saat ini banyak mempengaruhi kehidupan. Berdasarkan survey 2016 oleh APJII, data pengguna internet di Indonesia adalah 132,7 Juta orang dari total populasi penduduk Indonesia 256,2 Juta orang. Menariknya, 97,4 % dari pengguna internet tersebut lebih banyak mengakses internet untuk bermedia sosial.
Facebook, instagram, twitter, dan beragam sosial media lainnya sudah seperti bagian dari kebutuhan sehari-hari. Tanpa sadar, beberapa orang menghabiskan waktu untuk melihat-lihat timeline hingga tertidur dan mengecek notifikasi akun sosial media tepat pada saat bangun tidur. Saya jadi teringat, salah seorang kawan pernah stalking akun orang dalam keadaan tiduran dan mengantuk, tiba-tiba tenaganya habis dan ponselnya pun terjatuh, jatuh tepat di hidungnya. Haha! Ada yang pernah mengalami hal seperti ini?
Kalau sekadar kepo dan ingin tahu akan status-status di dunia maya, it’s okay. Tapi, kebiasaan ini bisa saja menjadi sebuah perilaku baru yang negatif, yaitu FoMO (Fear of Missing Out). Ada tidak kawan kalian, yang sangat takut tertinggal dalam keeksisan di dunia maya? Mendadak ngambek ketika dia tidak ikut serta berfoto bersama yang di publish, atau gelisah jika tidak terlibat dalam kegiatan apapun. Ingin eksis dimanapun, kapanpun, dengan siapapun. Gelisah jika tidak terkoneksi dengan sekawanannya di dunia maya.
Sejak tahun 2013 juga, kata FOMO telah masuk dalam oxford, yang berarti : Anxiety that an exciting or interesting event may currently be happening elsewhere, often aroused by posts seen on social media. Menurut psikolog Dr. Andy Przybylski (2013), FoMo merupakan fenomena bagi pelaku media sosial yang cenderung selalu mengecek akun media sosialnya untuk melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang di dunia maya hingga mereka rela mengabaikan aktivitasnya sendiri. hal ini dapat menjadi masalah karena orang dengan FoMO tinggi ini akan mengabaikan kehidupan nyata. Tentang FoMO, bisa baca juga di :JOMO, Lawannya FOMO
Sebagai makhluk sosial, kebutuhan untuk tetap terkoneksi secara sosial, keinginan untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh orang lain, serta menjadi bagian dari pengalaman berharga merupakan kebutuhan dasar manusia. Semenjak kehadiran sosial media, terjadi peningkatan dalam koneksi dengan informasi-informasi lainnya. Tanpa batasan jarak dan waktu, informasi cepat tersampaikan, dan semuanya tetap akan terhubung. Kehadiran aplikasi dalam ponsel menjadikan setiap informasi diperoleh secepat mata berkedip. Kebebasan mendapat informasi melalui sosial media menjadikan setiap orang akan mudah membandingkan kehidupan mereka dengan yang lain. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kebiasaan bersosial media yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan yang bersifat negatif. Hal ini akan membentuk kecanduan perilaku. Termasuk perilaku FoMO. Seringnya pelaku sosia media berinteraksi dapat memicu atau meningkatkan rasa takut kehilangan moment, hal ini bisa saja disebabkan oleh kesadaran tiap individunya yang semakin tinggi terhadap berbagai interaksi.
Bagaimana otak para FoMO?
Kondisi FoMO dapat dianalogikan dengan kondisi pengucilan dalam kehidupan sosial. Ketika melihat postingan kawan dan dia tidak terlibat, ada rasa bersedih hati yang cukup besar. Rasa cemburu yang berujung ngambek. Ketika seseorang mengalami FoMO, otaknya akan membaca sinyal stress yang serupa dengan kondisi jika ia dikucilkan dari aktivitas. Dalam studi oleh American Associaton for the Advancement of Science (2003) menunjukkan pada individu yang mengalami pengucilan sosial menunjukkan peningkatan aktivitas di daerah otak yang berhubungan dengan rasa sakit.
Selama pengucilan sosial, area otak anterior cingulate cortex (ACC) dan daerah right ventral prefrontal cortex (RVPFC) ditemukan lebih aktif. ACC dikenal sebagai “sistem alarm” yang mengingatkan otak pada masa-masa sulit, ACC juga bekerja mengirimkan sinyal ‘rasa sakit’ melalui hormon-hormon stress yang dilepaskan. RVPFC adalah area yang menengahi perasaan negatif dan dihidupkan pada masa sulit.
Karena itu, pada kondisi FOMO, ia akan merasa kegelisahan dan kesulitan saat mengetahui jika dirinya tidak terlibat bersama kawan-kawannya.
Apakah kalian termasuk FoMO?
Nah, kalian mau ngetes, apa termasuk FoMO atau tidak?
Oleh Dr. Przybylski, dalam studinya, ia membuat kuesioner skala FoMOs. Dalam skala ini, menurut Dr. Przybylski dimaksudkan untuk mencerminkan ketakutan dan kekhawatiran jika orang-orang berhubungan dan tidak berhubungan dengan pengalaman lingkungan sosial. Menurut Przybylski, Murayama, DeHann, & Gladwell (2013), ada beberapa pertanyaan yang dapat di uji dengan skala (1-5). Yuk dicoba :
Skala : 1 – 5
1 : bukan saya banget
2 : sedikit benar terjadi pada saya
3 : Cukup benar, terjadi pada saya
4 : Benar terjadi pada saya
5 : saya banget !
Jawab 10 pertanyaan :
- Saya takut ketika yang lain memiliki pengalaman yang lebih berharga daripada saya
- Saya takut teman saya memiliki pengalaman yang lebih berharga dalam hidupnya daripada saya
- Saya merasa khawatir dan gelisah ketika mengetahui teman saya bersenang-senang tanpa saya
- Saya gelisah ketika tidak mengetahui apa sedang yang teman-teman saya lakukan
- Penting bagi saya untuk memahami teman saya jika sedang bercanda.
- Terkadang saya bertanya-tanya apakah saya menghabiskan waktu dengan : kekhawatiran tentang apa yang sedang terjadi saat ini?
- Sangat menggangu saya jika saya melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman
- Saat saya bersenang-senang, penting bagi saya untuk share secara online melalui sosial media.
- Saya merasa terganggu ketika melewatkan sebuah rencana berkumpul dengan teman
- Saat saya sedang berlibur, saya selalu mengecek timeline untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh teman-teman saya.
Untuk mendapatkan hasil akhirnya, jumlahkan skalanya dan kurangi dengan 10. Cek score nya deh :
Jika score :
30 & Up : FOMO Parah
23 – 29 : FoMO Sedang
15 – 22 : Beresiko FoMO
0 – 14 : Tidak ada kemungkinan FoMO.
Untuk ngetes FoMO juga bisa kunjungi situs : https://psychcentral.com/quizzes/fomo-quiz.htm
Nah, udah coba jawab pertanyaan di atas? saya udah coba, dan alhamdulillah saya masih normal, hahaha.
Siapa tau bisa iseng-iseng ini bisa jadi acuan untuk mulai memperhatikan dan mengatur emosi serta kecemasan dalam bersosial media. Ada pengalaman tentang FoMO? Bolehlah share di kolom komentar yak 😀
References :
- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Infografis Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia, Survey 2016.
- Fuster H, Chamarro A, Oberst U. Fear of Missing Out , online social networking and mobile phone addiction : A latent profile approach. 2017;35(1):23-30.
- Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29, 1814-1848.
Gue: resiko FoMo
uwooowwww ~ yang penting bukan homo *eh 😛
Alhamdulillah saya tidak termasuk. Tulisannya keren Nu dan bisa jadi referensi buat ngetes keFOMoan (apasih ??).
yeay, terima kasih kak sudah mampir 😀
Iyaa ternyata abis googling nemu kuesioner mengetes ke-fomo-an kita ~ hahaha
lumayan buat membatasi diri untuk tidak terikat sosial media 😀
??? alamakkk sy beresiko fomo…
Kereenn kak ulasannya….sukaa…#selfreminder
hhehehehe iyaa kak, menjadi pengingat diri biar lebih peka dengan kehidupan sekitar 😀
Terima kasih sudah mampir kakk 😀
Menjauh dari media sosial bisa membuat rampung banyak kerjaan hahaha. Godaannya kalau kerjaan berhubungan dengan media sosial, harus benar-benar bijak biar fokus ?
Terima kasih informasinya kak Nunu. Bacaan ini berat sebenarnya, tapi karena disajikan dengan gaya populer jadi asyik dibaca sampai akhir ?
Ditunggu tulisan-tulisan lainnya kak ?
iyaaa betul banget ifaaa~
apa lagi kemarin kalau deadline banyak banget haha!
Terima kasih sudah membaca, oh saya kira tulisan ini masih berat haha, lumayan sulit menyederhanakan pemahaman haha
makasih kak ifaa, selamat ulang tahun 😀
Alhamdulillah, adik tidak ada kemungkinan fomo ?? ngeri ngeri sedap juga fomo ini kak. Ada ada saja penyakit jaman now ????
iyaa kehidupan kekiniaan jaman now banyak penyakit jaman now yang membuat bergidik.
Semoga kita tetap sehat di kehidupan jaman now 🙂
Bacaan bagus kak…dan saya Fomo sedang! Saatnya mundur perlahan dari sosial dunia maya..
bukan mundur~ tapi lebih perhatikan lagi dunia nyataa,, sini traktir saya makan 😛
Waah, saya juga biasa habis sejam kak jalan-jalan di forum baca komentar-komentar orang.
iyaa suka gak sadar waktu, tiba-tiba sudah lama berselancar di dunia maya, pas sadar panik sendiri haha, thank you sudah mampir 🙂
Yaaampyuuun ada juga begini yah…
Udah test juga Nu, hasilnya: 2+2+1+1+3+2+1+1+2+2= 17-10= 7 XD
iyess kakak, ini sindrom kekiniaan~ masih ada sindrom-sindrom aneh yang lebih gak masuk akal kak, haha
penelitian yang paling lama saja tahun 2013, jadi sepertinya ini masih freshh~
well,kakak masih normal hahah 😀
???
hahah thank you sudah membaca kaaak 😀
beresiko FoMo with update cerita keren dari kak Nunu wkwkwk…
uwlalaaaaaaaa~ hahahaha akupun fomo akan ceritamuuu wann *eah hahahah
saya masih bersyukur ketika saya menyadari bahwa saat weekend saya “jarang” pegang hape
alhamdulillaah kak, saya juga sekarang bukan saat weekend saja, tapi setiap mengerjakan sesuatu, hp saya singgirkan, haha, kalau ada yang penting, pasti nelpon kan heheheh 🙂 thank you sudah mampir kaka 😀
Nu, bagus banget tulisannya ?. Saya kayaknya : bukan saya banget deh kena fomo. Ini aja lagi jarang banget buka line dan IG. Real life happens in real world, bukan di dunia maya ??✌️.
terima kasih kak Awieee~ hahah sepakaat Real life happens in real world 😀 nikmati dunia nyata, karena tekadang dunia maya bersifat fana *eh hahah 😀
Saya pun menilai, bacaan ini asyik sekali. Padahal awalnya sa baca judul ini di FB lalu skip sebentar karena lihat paling bawah, ada footnote-nya dari sumber bacaan berat. Tapi setelah penasaran dengan judulnya (karena baru dengar) jadi sa lahap tulisan ini sampai habis dan baca semua komentar. Menurutku tulisan ini sudah keren mi, tapi akan lebih tambah keren lagi jika dibuat lebih panjang, krn saya masih merasa butuh banyak info ttg FoMO dgn gaya tulisan yg asyik seperti ini. Selain itu, boleh jika 700-750 kata dari tulisan ini dikirim ke media cetak unt dimuat di rubrik Opini. Sa rasa masyarakat luas punya kebutuhan akses “makanan bergizi” ini.
Oh iya, sedikit ya, sa punya pengalaman. Pernah sa rasakan ketika hp rusak dan berbulan2 tdk aktif bersosial media. Di situ sa mendapat pelajaran ternyata dunia nyata lebih luas dari dunia maya seperti sekarang. Tapi demi baca artikel bermanfaat ini, sa tak merasa rugi sedikitpun unt berselancar dgn dunia daring. Sekian saja sa kira. Terima kasih di’.
wah terima kasihh, terima kasih sudah mampir, insyaAllah akan saya tambahkan lagi informasi-informasi lainnya. Terima kasih juga sarannya, saya akan coba kirim tulisan ini ke media cetak 🙂
benar, terkadang kita perlu “terlepas dulu” beberapa saat dari media sosial, untuk menyadari kehidupan sebenarnya berada di dunia nyata.
Terima kasih sudah mampir 🙂
Salam kenal 🙂
Pfiuuuhh.. Untung saya baru masuk kategori “beresiko” ? padahal sudah merasa eksis banget share ini itu di sosmed
Sebelumnya udah pernah Uninstal Instagram, cuman beberapa hari kemudian instal ulang lagi sih, tapi setelah menjawab pertanyaannya hasilnya Ziz beresiko nyaris FOMO :'( hmm, mikir lagi buat uninstal.