Rammang-rammang, bukan sekedar panorama alam biasa, terdapat peranan besar dalam sejarah budaya dan kebudayaan umat manusia.
Deretan perahu motor (jolloro’) terparkir rapi di dermaga, dihiasi dengan warna-warni yang kontras –kuning, biru, merah, hijau – dan sebuah pesan tertulis di sisi kanan perahu : Lestarikan budayata’. Sungai Pute’ merupakan salah satu jalan untuk menuju Kampung Berua, Dusun Rammang-rammang, Desa Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Deretan Nypa fructicans yang berbaris rapi sepanjang sungai sesekali terlihat juga pohon bangko (Rhizopora mucronata) dengan akar napas yang menjuntai serta bebatuan yang muncul di permukaan atau sebagai terowongan alami yang dilewati jolloro’. Fenomena yang menjadi suguhan awal dalam wisata alam Rammang-rammang.
Perahu Jolloro’
Dermaga Rammang-Rammang
Kampung Berua adalah sebuah perkampungan yang dikelilingi oleh gugusan tebing karst yang menjulang tinggi dan kokoh. Beberapa penduduk tinggal di kawasan karst tersebut, rumah-rumah khas bangunan Bugis-Makassar berjarak jauh antar satu rumah. Mereka dipisahkan oleh pematang sawah.
Rammang-rammang merupakan museum alami dengan taman batu karst dan berbagai gua yang menceritakan banyak hal tentang sejarah peradaban manusia. Menunjukkan keberadaan, kebudayaan, dan aktivitas manusia modern awal (Homo sapiens) yang hidup puluhan ribu tahun yang lalu.
Kampung Berua
Kawasan Karst, Bukti Terbentuknya Pulau Sulawesi
Kawasan karst Maros-Pangkep ini merupakan ‘hutan batu’ karst terluas kedua di dunia, setelah di China. Secara keseluruhan, luas kawasan ini mencapai 43.750 hektar dengan lebih 200 gua berstalaktit dan stalakmit serta gua prasejarah yang meninggalkan jejak kehidupan manusia modern awal.
Salah satu objek wisata di Rammang-rammang adalah Taman batu Karst yang merupakan bagian kecil dari Kawasan Karst Maros-Pangkep. Panorama perbukitan karst dengan warna batuan dominan hitam serta vegetasi khas mewarnai tebing-tebing yang megah berpadu dengan hamparan sawah dan birunya langit, Indonesia indah kan !
Kawasan karst tersebut bukan hanya sekadar pemandangan biasa. Hutan batu tersebut merupakan akibat fenomena geologis yang menunjukkan awal mula terbentuknya Pulau Sulawesi. Pulau Sulawesi bukan terbentuk akibat patahan/pelepasan daratan dari suatu daratan utama. Berbeda dengan Pulau Jawa yang awalnya bersatu dengan Pulau Sumatera, Malaysia, hingga daratan Asia. Atau Pulau Maluku yang bersatu dengan Papua dan daratan Australia. Pulau Sulawesi terbentuk melalui proses endogen, yaitu proses yang terjadi karena adanya pengangkatan dari dalam perut bumi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pulau Sulawesi terbentuk dengan sendirinya.
Mari kembali membayangkan kehidupan sejak 250 juta tahun yang lalu. Di Era Mesozoikum, wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari ujung Superbenua ”Pangaea”. Benua tersebut merupakan satu-satunya di bumi yang kemudian pecah menjadi dua bagian, Laurasia di sebelah Utara dan Gondwana di sebelah Selatan. Seiring dengan waktu, dua bagian ini bergerak, bertabrakan, dan terpecah-pecah akibat pergerakan lempeng bumi. Hingga zaman Pleistoscene (zaman es) 4 juta tahun yang lalu, terbentuklah selat besar antara Paparan Sunda di bagian barat dan Paparan Sahul di bagian timur. Diantara keduanya terbentuklah Pulau Sulawesi dan pulau-pulau disekitarnya. Kepulauan ini oleh ahli biologi menyebutnya sebagai Wallacea, yang merupakan kawasan distribusi flora dan fauna yang unik.
Indonesia memiliki posisi yang unik secara geologis. Kepulauan ini dipertemukan oleh 3 lempeng tektonik yang besar. Lempeng Eurasia di barat. Lempeng Indo-Australia di Selatan dan Lempeng Pasifik di Timur Laut. Akibat pertemuan lempeng tersebut mengangkat sebagian dasar laut ke atas yang mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya dengan gua. Termasuk kawasan Karst Rammang-rammang. Menurut beberapa ahli geologi, kawasan Karst di Sulawesi Selatan membuktikan bahwa kawasan ini dulu pernah berada di tepian Paparan Sunda.
Gugusan karst yang terbentuk menjulang tinggi membentuk tebing dan menara-menara karst. Akibat faktor alam (panas, dingin, dan hujan) dan faktor kimiawi (pelarutan batu kapur) dari sebuah lubang-lubang kecil Sinkhole terbentuklah gua di kawasan karst tersebut.
Taman Batu Karst Rammang-Rammang
Gua dan Lukisan Seni (Cave Art)
Masuklah ke area Dusun Rammang-rammang, terdapat tiga gua prasejarah yang menunjukkan gambaran manusia modern. Gua Bulu’ Barakka, Gua telapak tangan, dan Gua Pasaung. Ketiga gua ini berbeda dengan gua-gua yang lainnya. Terdapat lukisan dinding yang menunjukkan adanya kehidupan manusia modern awal di masa lalu. Secara keseluruhan dari kawasan karst, terdapat 89 gua prasejarah yang pernah dihuni.
Sebuah penelitian terbaru mengenai Lukisan Gua (Cave art) dari Sulawesi Selatan mengguncang dunia1. Lukisan cap tangan, hewan, perahu, dan garis abstrak yang terdapat dalam gua dari kawasan karst tersebut dinyatakan sebagai lukisan tertua sejagad raya!
Para Arkeolog menguji uranium yang terdapat dalam endapan dari air dan mineral (coralloid spelleothems) yang melapisi lukisan gua. Dengan uji uranium tersebut ternyata bisa diukur umur lukisan. Lukisan yang terdapat dalam gua di kawasan karst tersebut umur pembuatannya minimal 39.900 tahun yang lalu yaitu pada masa periode Pleistosin (Pleistocene). Penemuan ini mematahkan pandangan bahwa lukisan gua tertua terdapat di Benua Eropa, El calisto, Spanyol.
Lukisan-lukisan tersebut bukan sekadar gambar dinding biasa. Gambaran cap tangan yang berwarna coklat kemerahan tersebut menandakan adanya kehidupan di zaman Plestosin. Gua tersebut mereka -manusia modern awal- jadikan rumah. Pemilihan tempat tersebut dikarenakan gua merupakan tempat yang aman untuk berlindung dari hewan liar. Selain itu, di kawasan karst ditemukan mata air. Karst seperti sponge, bersifat dapat menyerap air, tidak jarang ditemukan telaga-telaga air di dalam gua. Ada air, ada kehidupan, ada tumbuhan, dan ada pula hewan. Tersedianya sumber air, aman dari gangguan, dan dapat menemukan hewan-hewan buruan menjadikan gua di kawasan karst tersebut sebagai tempat hidup.
Lukisan lainnya berupa gambar hewan. Lukisan hewan tersebut merupakan ritual yang mereka jalani sebelum berburu. Mereka berdoa dengan cara menggambar hewan buruan sebagai bentuk pengharapan. Hal ini menunjukkan mereka sudah mempercayai adanya Tuhan dengan cara mereka. Gambar hewan-hewan endemik yang dapat ditemukan dalam gua adalah Anoa (Anoa sp), babi hutan (Sus celebensis), dan babirusa (Babyrousa sp.)2.
Lukisan di dinding gua tersebut bukan hanya sebagai predikat “luksisan tertua” tetapi juga menunjukkan adanya pemikiran abstrak dan berkesenian dari manusia modern awal. Penemuan ini menggambarkan para penduduk awal Pulau Sulawesi sudah berkarya, mengembangkan pemikiran abstraknya dan mengenal seni cadas (rock art) di zaman Pleistosin.
Penggambar lukisan dinding gua tersebut adalah dari leluhur yang merupakan penduduk awal Sulawesi. Terdapat dua teori, yaitu teori “Out of Africa”-ras Austro-melanesia– bercirikan rambut keriting dan hidung pesek. Dari Africa, manusia menyebar hingga seluruh dunia. Termasuk ke Sulawesi, sebagian yang lain terdapat di Papua dan Australia. Teori yang kedua adalah “Out of Taiwan” dengan ciri khas kulit putih berambut lurus, imigran berasal dari Taiwan. Penggambar lukisan dinding gua diperkirakan oleh penutur Austronesian yang merupakan hasil perkawinan dari keduanya.
Rammang-rammang bukan wisata alam biasa, penuh cerita peradabaan umat manusia. Rammang-rammang bukan hanya cantik dalam jepretan gadget canggih, penuh sejarah kebudayaan penduduk awal Sulawesi. Rammang-rammang bukan hanya lingkungannya yang perlu dirawat dan diabadikan, tapi kisah kehidupan manusia modern awal perlu dilestarikan.Tugas pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memberikan pengetahuan pada public area/ orang yang tinggal di Kampung Berua mengenai Rammang-rammang, sejarah dan ilmu pengetahuan. Agar cerita terus berlanjut hingga anak-cucu di Masa Depan. Rammang-rammang adalah museum dunia.
“Festival Full Moon” salah satu langkah memperkenalkan Alam Rammang-Rammang
Sumber :
beberapa data berasal dari hasil wawancara dengan Drs. Iwan Sumantri, M.A – Dosen Jurusan Arkeologi UNHAS
1 Aubert,M., et.al (2014). Pleistocene Cave Art From Sulawesi, Indonesia. Nature. Macmillan Publishers Limited. Vol 514 : 223-226
2 Tacon, Paul S.C., et.al (2014).The Global Implications Of The Early Surviving Rock Art Of Greater Southeast Asia. Antiquity. Antiquity Publications. Vol 88 : 1050 – 1064
*Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Tulisan Pariwisata dalam kegiatan Festival “Full Moon“ Rammang-Rammang yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan .
suka!
Terima Kasih oppa !
Keren nu, harus juara 🙂
insya Allah kak afaathh .. heheh.. setidaknya ngelewatin prosesnyaa sampe tulisan ini jadi itu udah seru dan menyenangkann haha 😀
Pingback: Bermain di Rumah Manusia Prasejarah. | Nur Al Marwah Asrul
Pingback: Bermain ke Rumah Manusia Prasejarah. | Nur Al Marwah Asrul
Mantap gan!
terima kasih wawan 😀